Kamis, 23 Juni 2011

TIPS MAKAN ALA RASULULLAH

JENIS MAKANAN
Rupanya tanpa kita sadari, dalam makanan yang kita makan sehari-hari, kita tak boleh sembarangan. Hal inilah penyebab terjadinya berbagai penyakit antara lain penyakit kencing manis, lumpuh, sakit jantung, keracunan makanan dan lain2 penyakit.

Diet Rasullulah SAW menyebabkan beliau Rasullulah SAW tak pernah sakit perut sepanjang hayatnya karena pandai menjaga makanannya sehari-hari. Insya Allah kalau anda ikut diet Rasullullah ini, anda takkan menderita sakit perut ataupun keracunan makanan.
* Jangan makan SUSU bersama DAGING
* Jangan makan DAGING bersama IKAN
* Jangan makan IKAN bersama SUSU
* Jangan makan AYAM bersama SUSU
* Jangan makan IKAN bersama TELUR
* Jangan makan IKAN bersama DAUN SALAD
* Jangan makan SUSU bersama CUKA
* Jangan makan BUAH bersama SUSU CTH :- KOKTEL

CARA MAKAN                                      
* JANGAN MAKAN BUAH SETELAH MAKAN NASI , SEBALIKNYA MAKANLAH BUAH TERLEBIH DAHULU, BARU MAKAN NASI.
* TIDUR 1 JAM SETELAH MAKAN TENGAH HARI.
* JANGAN SESEKALI TINGGAL UNTUK MAKAN MALAM . BARANG SIAPA YG TINGGAL UNTUK MAKAN MALAM DIA AKAN DIMAKAN USIA DAN KOLESTEROL DALAM BADAN AKAN BERGANDA. (maksudnya, jangan makan malam)

Dalam kitab juga melarang kita makan makanan darat bercampur dengan makanan laut. Nabi pernah mencegah kita makan ikan bersama susu. karena akan cepat mendapat penyakit. Ini terbukti oleh ilmuwan yang menemukan bahwa dalam daging ayam mengandung ion ( + ) sedangkan dalam ikan mengandung ion ( – ), jika dalam makanan kita ayam bercampur dengan ikan maka akan terjadi reaksi biokimia yang akan dapat merusak usus kita.
Al-Quran Juga mengajarkan kita menjaga kesehatan spt membuat amalan antara lain:
* Mandi Pagi sebelum subuh, sekurang kurangnya sejam sebelum matahari terbit. Air sejuk yang meresap kedalam badan dapat mengurangi penimbunan lemak. Kita boleh saksikan orang yang mandi pagi kebanyakan badan tak gemuk.
* Rasulullah saw mengamalkan minum segelas air sejuk (bukan air es) setiap pagi. Mujarabnya Insya Allah jauh dari penyakit (susah mendapat sakit).
* Waktu sembahyang subuh disunatkan kita bertafakur (yaitu sujud) sekurang kurangnya semenit setelah membaca doa). Tafakur sesaat seperti 70 tahun ibadah nilainya.
* Kita akan terhindar dari sakit kepala atau migrain. Ini terbukti oleh para ilmuwan yang membuat kajian kenapa dalam sehari perlu kita sujud. Ahli-ahli sains telah menemui beberapa milimeter ruang udara dalam saluran darah di kepala yg tidak dipenuhi darah. Dengan bersujud maka darah akan mengalir keruang tersebut.
* Nabi saw juga mengajar kita makan dengan tangan dan bila habis hendaklah menjilat jari. Begitu juga ahli saintis telah menemukan bahwa enzyme banyak terkandung di celah jari jari, yaitu 10 kali ganda terdapat dalam air liur. (enzyme sejenis alat percerna makanan)
SUNAH CARA MAKAN MENURUT NABI SAW :
1. Makan garam secuil sebelum makan untuk menolak 70 macam penyakit, dan ambil lagi secuil dengan jari manis tangan kanan setelah makan. Makanlah dengan tangan kanan tanpa sendok. Sebaiknya kita yang menunggu makanan dan bukan makanan yang menunggu.
2. Berdoa sebelum dan setelah makan. Cuci tangan. Dan minum dengan memegang gelas dengan tangan kanan, meskipun tangan tersebut bekas kuah.
3. Duduk dibawah, bukan di bangku dan dimulai dari pinggir dan terakhir ketengah. Baik sekali makan berjamaah bersama keluarga, maupun teman. Seperti ketika haji atau buka puasa bersama di Masjid dalam satu nampan bisa untuk empat orang.
4. Jangan sisakan sebutir nasipun, karena nasi ini berdzikir.


Rabu, 22 Juni 2011

KECERDASAN EMOSIONAL

Semenjak Daniel Golemen menggagasnya dalam karya fenomenal bertajuk Emotional Intelligence, kini makin diyakini pentingnya makna kecerdasan emosional dalam merajut kanvas kehidupan yang dilimpahi oleh kesuksesan dan kebahagiaan. Kecerdasan intelektual ternyata hanya separo dari sebuah perjalanan. Ia mesti juga dilengkapi dengan kecerdasan emosional (dan juga kecerdasan spiritual) agar kita semua bisa menggapai hidup yang penuh arti kemuliaan.
Secara eksploratif, kecerdasan emosional sendiri pada dasarnya merujuk pada dua dimensi kunci yang mesti kita praktekkan dengan penuh kesempurnaan. Dimensi yang pertama adalah tentang dunia intra-personal – atau sebuah dunia sunyi untuk melihat dengan penuh kebeningan relung diri kita sendiri. Dimensi yang kedua adalah tentang dunia inter-personal – atau sebuah dunia dengan mana kita menghamparkan berderet perjumpaan dengan orang lain.
Baiklah kita akan segera membahas dua dimensi kunci itu secara intim. Namun sebelumnya, saya persilakan Anda untuk mereguk dulu kehangatan secangkir kopi atau teh yang sekarang mungkin ada disamping laptop/dekstop Anda. Seduhlah kehangatan itu sambil bersyukur bahwa hari ini Anda masih dilimpahi karunia untuk menikmati secangkir teh hangat…….
Oke, mari kita lanjutkan perbincangan kita. Dimensi yang pertama, seperti tadi disebutkan, berhubungan dengan dunia intra-personal. Dalam dimensi ini sendiri terdapat dua elemen yang mesti dicermati, yakni : self awareness dan self esteem.
Knowing yourself is the beginning of all wisdom, demikian filsuf Aristoteles pernah bersenandung. Maknanya jelas : kita tak akan pernah mampu mengenggam buah kebajikan tanpa kemampuan untuk secara jernih dan jujur menelisik setiap sudut raga dan jiwa kita. Kemampuan untuk secara bening menelusuri segenap jejak kelebihan dan potensi yang ada pada diri kita; dan juga sekaligus mau mengakui kekurangsempurnaan yang ada dalam diri kita dengan penuh kelapangan dada.
Dan dengan kesadaran-diri yang kokoh itulah, kita kemudian bergerak maju merajut self-esteem dengan optimal. Self-esteem sendiri bermakna tumbuh-mekarnya rasa respek pada diri sendiri – tanpa harus tergelincir menjadi arogan atau takabur. Sebaliknya, self esteem ini lebih mewujud pada tumbuhnya rasa bangga (self-pride) atas jati diri Anda dan juga terhadap segenap jejak karya dan impian yang tengah Anda ukir. Tanpa self-respect yang kuat, kita tak akan pernah mampu membangun respek pada orang lain. Dan tanpa self-esteem yang menjejak dengan kokoh, kita tak akan pernah melenting menjadi insan yang unggul, penuh kemuliaan dan bermartabat.
Dimensi kedua dari kecerdasan emosional berkaitan dengan dimensi inter-personal atau dunia tentang jalinan interaksi dengan orang lain (others). Disini terdapat dua elemen kunci yang juga layak diperhatikan, yakni elemen interaksi antar manusia dan elemen empati.
Kecerdasan emosional pada akhirnya amat berkaitan dengan ketrampilan kita dalam merajut relasi dengan orang lain (interpersonal relationship). Disitulah kemudian kita diuji untuk selalu bisa merekahkan pola relasi yang santun, penuh rasa respek dan saling-menghargai, serta dilimpahi spirit untuk berbuat baik kepada sesama. Disini pula kita diajak untuk selalu mampu menghadirkan rajutan komunikasi yang konstruktif dan suportif, dan bukan pola komunikasi yang dipenuhi rasa kedengkian dan negative thinking lainnya.
Dan kita tahu, segenap kecerdasan semacam diatas hanya bisa digelarkan jika kita juga diguyur oleh spirit empati yang kuat. Inilah sebuah sikap untuk mau memahami dan menghargai perasaan orang lain. Sebuah sikap untuk juga mau bersikap welas asih pada sesama. Sebuah sikap untuk selalu menghadirkan momen perjumpaan yang penuh keramahan, menebar kebaikan kepada sesama tanpa pamrih, dan menyodorkan jabat tangan erat dalam balutan rasa cinta dan empati.
Demikianlah empat tema utama yang menaungi makna kecerdasan emosional – yakni dimensi self awareness, self esteem, interpersonal relations dan empathic understanding. Kita mungkin tak tahu persis berapa kadar kecerdasan kita dalam empat dimensi kunci itu. Namun tampaknya kita selalu diminta untuk terus menebarkan benih kecerdasan itu dalam segenap jejak kehidupan kita; dalam roda waktu yang terus berputar.
Sebab hanya dengan itulah, kita lalu bisa tumbuh menjadi insan yang luhur dan penuh kemuliaan. Memuliakan hidup, memuliakan sesama. Bukankah ini salah satu tugas suci kita sebagai anak manusia?